Thursday, January 9, 2014

IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA

IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA

Kegiatan pemasaran adalah kegiatan menciptakan, mempromosikan, dan menyampaikan barang atau jasa kepada para konsumennya. Pemasaran juga berupaya menciptakan nilai yang lebih dari pandangan konsumen atau pelanggan terhadap suatu produk perusahaan dibandingkan dengan harga barang atau jasa dimaksud serta menampilkan nilai lebih tinggi dengan produk pesaingnya. Kegiatan pemasaran untuk prosuk barang dan jasa, tentu saja berbeda dalam penanganannya. Biasanya untuk produk barang seringkali diiklankan di media, sedangkan untuk jasa secara etis dan moral relatif sangat sedikit yang diiklankan kepada umum secara terbuka.
       
Dalam buku periklanan Frank Jefkins, Institut Praktisi Periklanan Inggris mendefinisikan istilah periklanan sebagai berikut : periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya semurah-murahnya.

Dengan berbagai macam manfaat atau kebaikan yang dapat ditumbulkan oleh iklan, ada dampak negatif atau keburukan dari adanya iklan. Efek negatif dari iklan bisa sangat signifikan karena tiga faktor utama dari ciri-ciri dasar iklan, yaitu :
1.      Persuasif
Iklan bagaimanapun juga akan selalu mempunyai unsur membujuk seseorang untuk mempercayai isi pesan pada iklan tersebut dengan harapan konsumer mau memperhatikan, mencoba dan menjadi loyal terhadap suatu produk/jasa.
2.      Frekuensi
Iklan akan selalu ditampilkan dengan frekuensi yang tinggi dengan harapan dapat menjangkau lebih banyak konsumer dan makin mudah diingat oleh konsumer.
3.      Exposure
Eksposur berkaitan dengan bagaimana pengiklan berusaha “mengurung” konsumer dengan berbagai macam media untuk menyampaikan pesan-pesan iklannya. Setiap media yang digunakan berarti akan menambah tingkat eksposur dari produk/jasa tersebut sehingga konsumer selalu teringat atas produk/jasa tersebut.
Menyadari sisi baik dan buruk dari periklanan, maka perlu disusun suatu pedoman Etika Periklanan di Indonesia (yaitu kitab Etika Pariwara Indonesia). Ciri-ciri iklan yang baik, yaitu:
1.      Etis: berkaitan dengan kepantasan.
2.      Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan.
3.      Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.

Etika iklan secara umum
a)        Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
b)        Tidak memicu konflik SARA
c)        Tidak mengandung pornografi
d)       Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
e)        Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
f)         Tidak plagiat.
       
Sebagai contoh salah satu iklan di Indonesia yaitu Xtra Joss dengan E-Juss. Dalam video iklan tersebut di perankan oleh Sule sebagai supir angkot yang di tengah perjalanan mengalami keletihan (dalam iklan ini memakai kata “gembos”). Para penumpang di angkot Sule yang beratribut seperti tokoh di iklan jenis minuman suplemen merek lain, menegur Sule.  Yang dimaksud adalah extra joss, karena dalam iklan extra sebelumnya seluruh pemeran dalam iklan memakai kaos berwarna kuning yang melambangkan warna extra joss. Kemudian sule meminum suplemen (E-JUSS), dan setelah meminumnya ia kembali bertenaga dan menarik angkotnya menggunakan tangan.

Beberapa waktu kemudian, seakan Extra Joss membalas iklan sindiran dari E-juss dengan iklan. Di iklan tersebut extra joss memiliki semacam jargon yaitu “laki-laki minum rasa-rasa, ya nggak laki” bahkan digambarkan para lelaki yang loyo bekerja tersebut meminum minuman berwarna ungu yang menggambarkan warna E-Juss seperti dalam iklan Sule dan bersuara perempuan.
       
Etika sebenarnya lebih kuat dari pada hukum positif karena sangsinya apabila seseorang tersebut melanggar etika akan mendapatkan sangsi sosial di masyarakat misal dikucilkan.
       
Dalam UU RI No. 8 Thn 1999 tentang tidak boleh melanggar etika mungkin akan membingungkan hakim dari mana menilainya? Hal tersebut tidak bisa diukur karena setiap daerah mempunyai etika yang berbeda-beda.
Dalam Kitab Etika Pariwara Indonesia intinya ada 3 poin yaitu :
1.      Iklan harus jujur atau bertanggung jawab
2.      Bersaing secara sehat
3.      Melindungi dan menghargai khalayak , tidak bertentangan dengan hukum

Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan manipulative dan iklan pesuasif non-rasional yaitu :
1.   Pertama, iklan merong-rong otonomi dan kebebasan manusia. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk memperoleh produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk kepada kemauan iklan, khususnya iklan manipultive dan persuasive non rasional. Pada fenomena iklan manipulative, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar diberi informasi untuk membantunya memilih produk tertentu. Yang menarik disini adalah bahwa manusia modern mengklaim dirinya sebagai manusia bebas dan menuntut untuk dihargai kebebasannya. Adanya berbagai pilihan yang terbuka dalam konsumsinya juga menandai kehidupan manusia modern sebagai manusia bebas. Tetapi pihak lain, manusia adalah budak iklan, ia tidak bisa hidup tanpa iklan bahkan dikte oleh iklan. Sejak kecil ia terpukau oleh iklan yang mmpengaruhinya untuk membeli apa yang diiklankan, entah dengan memaksa orang tuanya, memaksa suami atau istri, bahkan dengan tindakan jahat sekalipun.
2.  Kedua, dalam kaitan dengan itu iklan manipulative dan persuative non rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal itu baik karena akan menciptakan permintaan dan ikut menaikkan daya beli masyarakat.bahkan dapat memacu produktivitas kerja manusia hanya demi memenuhi kebutuhn hidupnya yang terus bertambah dan meluas.namun dipihak lain muncul masyarakat konsumtif, dimana banyak dari apa yang dianggp manusia sebagai kebutuhannya yang sebenarnya bukan kebutuhan yang hakiki.
3.   Ketiga, yang juga menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulative dan persuative non rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau ciri dari manusia modern. Manusia modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum memiliki barang sebagimana di tawarkan iklan, ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai minyak rambut seperti diiklankan bintang film terkenal dan seterusnya. Identitas manusia modern hanyalah identitas misal : serba sama, serba tiruan, serba polesan dan serba instan.
4.    Keempat, bagi masyarakat modern tingkat perbedaan ekonomi dan social yang tinggi akan merong-rong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial, dimana banyak anggota masyarakat masih berjuang sekedar hidup. Iklan yang mewah trampil seakan-akan tanpa punya rasa solidaritas dengan sesama yang miskin.