Gara gara pelajaran perekonomian Indonesia ngomongin nobel,
nah gue sendiri masih kurang ngert nobel itu apa. Kita pasti sering mendengar
istilah Hadiah Nobel atau Penghargaan Nobel. Ya, Nobel adalah hadiah atau
penghargaan untuk para tokoh dunia yang berjasa di bidang fisika, kimia,
fisiologi dan kedokteran, serta sastra dan perdamaian. Asal-muasal penghargaan
ini adalah atas prakarsa atau tepatnya wasiat seorang tokoh bernama Alfred
Nobel. Ketika Nobel meninggal dunia dan meninggalkan harta yang banyak, ia
berwasiat agar kekayaannya digunakan untuk orang yang berjasa bagi kebaikan
umat. Pelaksana wasiatnya adalah dua insinyur muda, Ragnar Sohlman dan Rudolf
Lilljequist, yang mendirikan Yayasan Nobel untuk mengelola aset-aset kekayaan
Nobel.
Sikap Nobel mewakafkan semua hartanya demi perkembangan ilmu
pengetahuan dunia didorong oleh rasa penyesalannya. Sebab, dinamit temuannya
justru banyak disalahgunakan manusia untuk memusnahkan sesama manusia. Padahal
Nobel menciptakan dinamit bukan dengan maksud dan tujuan seperti itu. Alfred Nobel
lahir di Stockholm, Swedia, 21 Oktober 1833. Sejak kecil ia sudah terbiasa
bekerja keras dan gemar menimba ilmu. Minat utama Nobel adalah di bidang
sastra, kimia, dan fisika. Oleh ayahnya, Nobel pernah dikirim ke luar negeri
untuk belajar kimia. Selama dua tahun Nobel mengunjungi Swedia, Jerman,
Prancis, dan Amerika Serikat. Di Paris ia bekerja di laboratorium kimiawan
Prancis terkenal, Profesor T.J. Pelouze. Di sini ia bertemu kimiawan Italia
yang tiga tahun lebih dahulu menemukan nitrogliserin, yakni cairan bahan
peledak berdaya ledak tinggi.
Pada tahun 1863, Nobel berkonsentrasi pada pengembangan
nitrogliserin sebagai bahan peledak. Namun justru bahan peledak inilah yang
merenggut nyawa adiknya, Emil dan beberapa pekerja sehingga pemerintah melarang
percobaan ini di Kota Stockholm. Nobel pindah ke Danau Malaren, dan memulai
produksi massal pada 1864. Pada 1867, Nobel mematenkan penemuannya dengan nama
dinamit. Ia juga mengembangkan sumbu ledak yang dapat dinva-lakan dengan api.
Usaha ini berkembang pesat. Ekspor nitrogliserin sampai ke seluruh Eropa,
Amerika, dan Australia. la mendirikan pabrik dan laboratorium di 90 tempat di
lebih dari 20 negara. Ia pun banyak mendapat pujian dan penghargaan. Atas
prestasinya itu, tahun 1893, Nobel mendapat gelar kehormatan Profesor Filsafat
dari sebuah universitas di Swedia.
Selain sebagai penemu dan pengusaha dinamit, Nobel juga
dikenal sebagai sosok yang gemar menulis puisi, cerpen, dan drama. Ia pun
sering kali disebut sebagai sastrawan. Nobel tak beristri hingga kematiannya
pada 10 Desember 1896 di San Reno, Italia. la meninggalkan harta yang banyak,
dan dalam surat wasiatnya disebutkan bahwa simpanannya digunakan untuk memberi
penghargaan dalam pencapaian fisika, kimia, fisiologi, dan kedokteran, serta
sastra dan perdamaian. Penghargaan itulah yang kita kenal sekarang sebagai
Penghargaan Nobel.
Penghargaan nobel dapat diberikan kepada siapa saja, baik
perorangan maupun organisasi yang dianggap meberikan sumbangan besar dibidang
sains maupun social, yaitu bidang Kimia, Ekonomi, Sastra, Medis, Fisika, dan
Perdamaian. Sumbangannya bisa berupa hasil riset, penemuan inovatif, atau
kegiatan kemanusiaan. Penghargan ini diberikan pada bidang-bidang praktikal,
bukan teoritikal, sehingga matematika tidak dimasukan sebagai bidang ilmu yang
layak menerima Nobel. Penghargaan Nobel bisa dibilang juga sebagai status
tertinggi para tokoh dunia.
Lahir dari keinginan penemu besar dinamit, Alfred Nobel
(1833-1896). Dilatari penyesalan gara-gara dinamit penemuannya dipakai untuk
senjata pemusnah. Menjelang ajal, kekayaannya dipakai untuk sebuah institusi
yang bisa memacu terciptanya temuan serta ide gemilang yagn bermanfaat bagi
dunia. Lalu didirikanna Nobel Foundation pada tahun 1901 dan diresmikan dengna
memberikan penghargaan Nobel pertama kepada 6 orang tokoh.
Tiap tahun, acara pemberian Nobel ini digelar pada tangal 10
December yang bertepatan dengan tanggal wafatnya Alfred Nobel. Acara pemberian
Nobel ini digelar di Stockholme Concert Hall, Swedia. Untuk penghargaan
dibidang perdamaian, acara pemberian digelar di Oslo City Hall, Norwegia.
Pemilihan peraih Nobel tidak gampang, untuk menentukan siapa
yang berhak meraih Nobel melibatkan 3000 orang. Orang-orang tersebut berasal
dari Lembaga Pemerintahan, Mahkamah Internasional, para Rektor, para Guru
Besar, lembaga-lembaga penelitian, penerima-penerima Nobel sebelumnya, dan
anggota dari Nobel Foundation di seluruh dunia. Proses ini memakan waktu
setahun.
Paket penghargaan Nobel diantaranya berupa medali emas,
diploma, serta uang senilai 1,3 juta USDollar.
Setiap tanggal 10 Desember Stockholm menjadi perhatian
dunia. Di kota yang dingin tersebut, puluhan ilmuwan kelas dunia berkumpul
untuk menyaksikan pemberian hadiah Nobel kepada para ilmuwan yang dinggap telah
berjasa memberikan kontribusi penting dalam perkembangan sains. Setiap penerima
hadiah Nobel tidak hanya mendapat imbalan finansial yang besar, tetapi juga
tercatat namanya dalam sejarah dunia sains. Tidak heran jika para ilmuwan dunia
berlomba-lomba agar dapat masuk dalam catatan sejarah bergengsi tersebut. Sejak
pertama kali diselenggarakan pada tahun 1901, Nobel telah menjadi ajang
kompetisi sains yang keras dan tidak jarang penuh intrik.
Nobel memang menggiurkan karena memberi nama harum tidak
hanya bagi penerimanya, tapi juga bagi negara asal pemenang hadiah tersebut.
Telah lama para ilmuwan Indonesia memimpikan munculnya pemenang Nobel asal
Indonesia. Perguruan tinggi seperti ITB secara diam-diam memiliki ambisi untuk
melahirkan pemenang Nobel.
Upaya untuk mendapatkan Nobel juga dilakukan beberapa
ilmuwan tanah air lewat berbagai cara. Bahkan ada yang mentargetkan hadiah
Nobel pada tahun 2020. Dengan mengikuti berbagai olimpiade sains, mereka
mengharapkan akan muncul bibit-bibit unggul ilmuwan Indonesia yang berkiprah
dalam tingkat dunia.
Ambisi untuk mendapatkan hadiah Nobel didasarkan pada asumsi
sekaligus harapan bahwa pemberian Nobel bagi ilmuwan Indonesia akan berdampak
pada perkembangan sains di tanah air. Pandangan ini menurut saya salah kaprah.
Nobel bukanlah sebab, melainkan akibat. Berhasilnya seorang ilmuwan mendapatkan
Nobel adalah hasil dari bekerjanya institusi sains di mana ilmuwan itu berada.
Nobel bukan penghargaan yang diberikan seperti lomba balap
karung. Artinya yang dinilai bukanlah karya yang dihasilkan semalam suntuk,
melainkan melalui proses evaluasi atas seluruh hasil kerja sang ilmuwan dan
dampaknya terhadap bidang yang digelutinya. Tidak heran jika penerima Nobel
pada umumnya ilmuwan yang telah berkecimpung pada satu bidang tertentu selama
puluhan tahun.
Dengan kata lain, karya yang berkualitas Nobel sangat
tergantung pada proses berkarya sang ilmuwan. Di sini dapat dilihat bahwa
sistem atau institusi sains di mana ilmuwan itu berada sangat berpengaruh dalam
menentukan apakah seseorang ilmuwan mampu menghasilkan karya berkualitas Nobel
atau tidak.
Mentargetkan hadiah Nobel memang tidak salah. Tetapi mungkin
ini kedengaran sedikit lucu karena Amerika Serikat yang merupakan negara
penerima hadiah Nobel terbanyak tidak pernah membuat target semacam itu. Bahkan
perguruan tinggi ternama seperti MIT, Harvard, maupun Caltech tidak memiliki
program khusus mendapatkan Nobel. Mereka banyak memiliki professor penerima
Nobel karena sistem insentif dan kondisi yang kondusif yang dinikmati para
peneliti di situ. Tidak jarang ilmuwan penerima Nobel justru tadinya bekerja di
perguruan tinggi lain lalu pindah (tepatnya dibajak) ke salah satu perguruan
tinggi ternama tersebut.
Siapapun akan bangga jika seorang ilmuwan Indonesia berhasil
mendapatkan hadiah bergengsi tersebut. Tetapi ambisi mendapatkan hadiah Nobel
hanya membelokkan kita dari realitas di mana yang perlu dibenahi terlebih
dahulu adalah institusi sains itu sendiri. Sejenius apapun seorang ilmuwan jika
dia berada pada sistem yang tidak kondusif maka Nobel hanyalah sebuah impian.
Karena itu akan jauh lebih penting jika perhatian terhadap
sains di tanah air difokuskan tidak pada ambisi prestisius tetapi pada
persoalan bagaimana institusi sains kita dapat bekerja baik dan memberikan
kontribusi langsung bagi masyarakat.
Berbagai permasalahan ekonomi, sosial, dan kesehatan yang
dihadapi Indonesia saat ini membutuhkan perhatian serius dari para ilmuwan
kita. Dibutuhkan kesadaran para ilmuwan kita untuk mau berpikir secara
pragmatis agar institusi sains kita mampu memberikan manfaat langsung bagi
masyarakat luas. Bisa jadi inilah jalan yang paling tepat bagi ilmuwan
Indonesia menuju Stockholm.
1 comments:
FOLLOW BLOG SAYA JUGA YA http://gilangsetiawan.blogspot.com/
Post a Comment